Setelah melakukan perjalanan kurang lebih 1 hari 1 malam, akhirnya Perahu Motor yang ditumpangi 2 orang Misionaris Spanyol dan 15 Putra Terbaik Minahasa mendarat dengan selamat di Pelabuhan Desa Kema. Ke lima belas pemuda itu merupakan orang yang dipilih oleh Misionaris Katolik yang sebelumnya berkarya di Minahasa yaitu Pater Juan Iranzo dan Bruder Alkala. Bruder Alkala jatuh sakit sekembalinya ke Ternate untuk menjemput 15
Pemuda ini, sehingga Pater Juan meminta Pater Lorenzo Geralda OFM sebagai pengganti. Sehingga miisionaris yang mendampingi ke 15 pemuda itu adalah Pater Juan Irazo dan Lorenzo Geralda OFM. Mereka memilih Desa Kali sebagai Pusat misi di Minahasa. Pelayanan dimulai dari pembentukan stasi dibeberapa daerah, diantaranya; Kakaskasen, Tondano, Kema.
Pada bulan agustus 1644 terjadi pemberontakan di Tomohon. Orang minahasa menyerang serdadu Spanyol yang mengganggu wanita-wanita disana. Rakyat Minahasa melakukan pengejaran kepada Serdadu Spanyol yang berlarian menuju Manado. Sayangnya dalam pengejaran itu, Pastor Lorenzo Geranda OFM juga terbunuh di Desa Kali (baca Lorenzo Geralda OFM). Hal itu menyebabkan Pimpinan Gereja Katolik mengundang VOC yang berkuasa waktu itu untuk mengatasi masalah tersebut. Namun bukannya mengatasi masalah, malah Misionaris Katolik justru dilarang masuk lagi kedaerah Minahasa. Pada saat itu sebagian umat katolik menjadi penganut Protestan yang dibawa oleh VOC. Sepuluh tahun kemudian, seorang Misionaris bernama Pastor Buenaventura mencoba mengatasi kemelut masalah tersebut namun akhirnya kembali lagi ke Sangihe tanpa hasil memuaskan. Begitu pula dengan Pastor Miedes yang mengunjungi Manado dan Tondano pada tahun 1662-1666; tetap dilarang oleh tentara Kompeni untuk berkarya di Minahasa.
Pada bulan agustus 1644 terjadi pemberontakan di Tomohon. Orang minahasa menyerang serdadu Spanyol yang mengganggu wanita-wanita disana. Rakyat Minahasa melakukan pengejaran kepada Serdadu Spanyol yang berlarian menuju Manado. Sayangnya dalam pengejaran itu, Pastor Lorenzo Geranda OFM juga terbunuh di Desa Kali (baca Lorenzo Geralda OFM). Hal itu menyebabkan Pimpinan Gereja Katolik mengundang VOC yang berkuasa waktu itu untuk mengatasi masalah tersebut. Namun bukannya mengatasi masalah, malah Misionaris Katolik justru dilarang masuk lagi kedaerah Minahasa. Pada saat itu sebagian umat katolik menjadi penganut Protestan yang dibawa oleh VOC. Sepuluh tahun kemudian, seorang Misionaris bernama Pastor Buenaventura mencoba mengatasi kemelut masalah tersebut namun akhirnya kembali lagi ke Sangihe tanpa hasil memuaskan. Begitu pula dengan Pastor Miedes yang mengunjungi Manado dan Tondano pada tahun 1662-1666; tetap dilarang oleh tentara Kompeni untuk berkarya di Minahasa.
Nanti pada 14 September 1868 pelayanan Misionaris Katolik kembali berjalan dengan kedatangan Pater Johanes De Vries SJ. Ia disambut bukan hanya oleh umat Katolik tapi juga umat Protestan. Banyak orang tua beragama Protestan ingin anaknya dibabtis katolik oleh Pater Johanes De Vries. Dari situlah dianggap sebagai momentum tumbuh kembalinya Gereja Katolik di Minahasa. Sehingga oleh Gereja Katolik Keuskupan Manado mencanangkan tanggal 14 September 1868 sebagai tanggal Kembalinya Gereja Katolik di Keuskupan Manado.
Kedatangan Pater Johanes De Vries merupakan upaya dari seorang bapak bernama Daniel Mandagi yang tinggal di Langowan. Waktu itu Daniel Mandagi ingin mempermandikan anaknya, karena tidak ada misionaris, terpaksa Ia menghubungi Pendeta Schapma yang berkarya di Minahasa. Akan tetapi karena Keluarga Daniel Mandagi menganut katolik menyebabkan Pendeta Schapma tidak mau mempermandikan anaknya. Kemudian Daniel Mandagie menyurati Uskup yang ada di Betawi (Batavia) untuk bisa mengirimkan Pastor. Kemudian diutuslah Pater Johanes De Vries SJ untuk memberikan pelayanan kepada umat di Minahasa.
Setelah mendarat di Kema, Pater De Vries langsung mengadakan serangkaian kegiatan pembabtisan secara Katolik. Kemudian Ia melakukan perjalanan ke Langowan, di sana Ia menginap di kediaman Pendeta Schapma. Hari itu juga Ia bertemu dengan Kepala Distrik Major Thomas Sigar. Pada Tanggal 19 September 1868, Pater De Vries mengadakan misa perdana di kediaman Pendeta Schapma dirangkaikan dengan Pembabtisan Anak Bapak Daniel Mandagi yaitu Daniel Agustinus Mandagi dan beberapa orang lainnya. Upacaya Itu kemudian menjadi Tonggak sejarah Berdirinya Gereja Katolik Minahasa, khususnya Langowan. Sehingga Tanggal 19 September dijadikan Tanggal Kelahiran Paroki Langowan.(Aneka Peristiwa Keuskupan Manado, 1993)
Keterangan Gambar :
Kedatangan Pater Johanes De Vries merupakan upaya dari seorang bapak bernama Daniel Mandagi yang tinggal di Langowan. Waktu itu Daniel Mandagi ingin mempermandikan anaknya, karena tidak ada misionaris, terpaksa Ia menghubungi Pendeta Schapma yang berkarya di Minahasa. Akan tetapi karena Keluarga Daniel Mandagi menganut katolik menyebabkan Pendeta Schapma tidak mau mempermandikan anaknya. Kemudian Daniel Mandagie menyurati Uskup yang ada di Betawi (Batavia) untuk bisa mengirimkan Pastor. Kemudian diutuslah Pater Johanes De Vries SJ untuk memberikan pelayanan kepada umat di Minahasa.
Keterangan Gambar :
- Gambar adalah Foco copy surat tulisan tangan Bapak Daniel Mandagi yang ditujukan ke Uskup Batavia Mgr Vrancken.
- Dokumen Surat tersebut disimpan oleh Guru Jemaat Tincep Bapak Jopy Kojo dan diserahkan Kepada Pastor Paroki J. Wagey Pr pada tanggal 19 Maret 1993.
- Dokumen bersejarah tersebut kemudian diserahkan kepada Uskup Manado Mgr. Joseph Suwatan MSC pada tanggal 29 Maret 1993.