Artikel ini khusus saya persembahkan
kepada pemerhati gender, kepada seluruh pembaca yang budiman, untuk berbicara,
memberikan sumbang sih, membahas, berdiskusi seputar falsafah hidup, pandangan,
persepsi, terhadap kaum perempuan.
Tentu saja hal ini akan membawa kita ke dalam khasanah ideologi gender –feminisme– di mana ideologi feminisme bermula dari adanya PENILAIAN yang dilakukan oleh (terutama) otoritas/kekuasaan/dominasi kaum laki-laki (maskulin) terhadap kaum perempuan.
Pada gilirannya penilaian tersebut mengkonstruksi SISTEM NILAI, di mana di dalamnya terdapat cara pandang (mind set) masyarakat terhadap kaum perempuan. Sistem nilai yang telah mengakar ke dalam tatanan masyarakat, mengkristal menjadi sistem sosial yang berlaku menjadi pedoman hidup, yang “dibakukan” ke dalam norma sosial, bahkan seringkali norma sosial tentang feminisme dijustifikasi dan dilegitimasi melalui norma hukum (hukum positif).
Celakanya, ideologi feminisme,
terkonstruksi bukan melalui mekanisme sosial yang bersifat OBYEKTIF, alias
tidak berlangsung apa adanya secara alamiah. Sebaliknya ideologi feminisme
lebih merupakan PRODUK dari DOMINASI MASKULIN. Produk yang bersumber dari
kekuasaan kaum laki-laki terhadap kaum perempuan. Bahkan seringkali dalam ranah
spiritual, kaum perempuan tetap saja dipandang remeh atau prioritas kedua
setelah kaum laki-laki.
Dengan kata lain perempun sekedar berperan sebagai pelengkap penderita. Jika kita mau jujur mengakui, isi kitab suci pun memberikan kesan seolah tuhan itu berjenis kelamin laki-laki. Lebih parah lagi, pada akhirnya tak sedikit dari kaum perempuan sendiri pun ikut-ikutan memberikan penegasan dominasi maskulin, melalui berbagai stigma yang dilekatkan pada dirinya sendiri.
Walau begitu tidak seluruh sistem
sosial demikian adanya, terutama di dalam tatanan sosial masyarakat modern,
masyarakat dengan tingkat kemakmuran yang tinggi seperti negara-negara di
belahan Skandinavia, Eropa Barat, beberapa wilayah Amerika Serikat, Latin.
Namun terasa ideologi gender yang cenderung berat sebelah, menampakkan dominasi
kaum laki-laki (patriarchard dan patrilineal) terjadi di negara-negara benua
Asia meliputi Timur Tengah, China, Indonesia, India, Malaysia.
Sebagai bukti bahwa ideologi gender
yang bersifat berat sebelah, tidak adil, tidak seimbang, telah sedemikian
dalam mengkonstruksi pola pikir masyarakat dunia, yakni dirasukinya isi kitab
suci dengan dominasi nilai-nilai maskulin. Sementara itu nilai feminin hanya
menjadi obyek penderita saja, sebagai subordinat dari otoritas konsep Tuhan
yang cenderung maskulinisme.
Sehingga membuat imajinasi kita sulit sekali membayangkan tuhan sebagai figur perempuan, oleh karena doktrin agama yang telah dijejalkan bertubi-tubi sejak kecil, baik melalui telinga, mata, maupun hidung. Saya berandai-andai, jika tuhan adalah perempuan, sepertinya dunia ini akan lebih tenteram dan damai. Tak ada lagi perang antar agama. Karena kaum perempuan, kenyataannya tidak memiliki nafsu mendominasi, mengalahkan, menghancurkan, yang berujung pada peperangan sebesar yang dimiliki kaum laki-laki.
Pada kenyataannya, manusia telah
membuat definisi yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, yang kemudian menampakkan
kadar subyektif dan berat sebelah dalam menilai. Diakui atau tidak, munculnya
stigma (“stempel” negatif) terhadap kaum perempuan, hanya berdasar penilaian
pada sisi minus-nya
saja, bukan pada sisi plus dan
esensinya.