Perhelatan perebutan Piala Europe dalam ajang kompetisi bola kaki menjadi trending pembicaraan semua kalangan. Dari anak-anak sampe orang dewasa, semua antusias membahas event ini. Antusiasme yang tinggi juga menjangkiti semua tatanan sosial yg ada di Indonesia. Di media sosial, tak pelak foto bendera, pemain menghiasi foto profil para pengguna akun medsos. Lebih antusias lagi, terpantau ada banyak bendera Eropa bertebaran, terpasang dibumbungan rumah atau halaman rumah penduduk. Mungkin saja prilaku tersebut hanyalah ekspresi euforia karena kecintaan terhadap tim idola dan negara yg diwakili. Atau juga sekedar ikut-ikutan meramaikan suasana yang sementara trending ini dan menampakan sisi sosial sebagai manusia yg ikut trend up to date.
Disisi lain, kritik besar muncul dari perpektif nasionalisme, yang menganggap memasang bendera negara lain di atas tanah Indonesia adalah sebentuk pemberontakan terhadap identitas kebangsaan. Rasa nasionalisme semakin memudar tatkala euforia ini dikomparasi dengan prestasi dan capaian bangsa Indonesia dalam iven Sepak Bola. Terkonstruksi dalam benak, apanya yg harus dibanggakan dengan menampilkan bendera negara kita. Lambat namun pasti, Sadar atau tidak, akan muncul perasaan minder untuk memunculkan Bendera Indonesia sebagai lambang negara kita sekalipun pada moment yg menuntut pengibaran bendera negara seperti Hari Kemerdekaan dan momen bersejarah lainnya. Alasannya jelas, kita kehilangan kebanggaan terhadap bendera sendiri. Karena secara phsikologis, euforia sepak bola europe telah mereduksi nilai kebangsaan berindonesia, kebanggaan berbangsa indonesia, dan kedaulatan tanah indonesia. Bangsawan Pramoedya Anantatoer pernah berkata, "Adilah dimulai dari cara berpikirmu, Jangan mau dijajah; jiwa dan pikiran kita".
Rasanya tulisan ini akan ditentang keras oleh para penikmat fanatik sepak bola, namun bisa juga tulisan ini adalah sebuah tantangan hebat; mampukah kita menjadi penikmat sepak bola "Piala Eropa" dengan cara dan nilai ke-indonesia-an? tanpa harus melukai amanat perjuangan bangsa terhadap berdiri tegaknya Bendera Indonesia diseluruh nusantara dan melekat eratnya moral bernegara Indonesia dalam diri setiap anak bangsa. Karena generasi penerus kelak lebih memilih mempercayai apa yang mereka lihat daripada apa yang mereka baca.
Disisi lain, kritik besar muncul dari perpektif nasionalisme, yang menganggap memasang bendera negara lain di atas tanah Indonesia adalah sebentuk pemberontakan terhadap identitas kebangsaan. Rasa nasionalisme semakin memudar tatkala euforia ini dikomparasi dengan prestasi dan capaian bangsa Indonesia dalam iven Sepak Bola. Terkonstruksi dalam benak, apanya yg harus dibanggakan dengan menampilkan bendera negara kita. Lambat namun pasti, Sadar atau tidak, akan muncul perasaan minder untuk memunculkan Bendera Indonesia sebagai lambang negara kita sekalipun pada moment yg menuntut pengibaran bendera negara seperti Hari Kemerdekaan dan momen bersejarah lainnya. Alasannya jelas, kita kehilangan kebanggaan terhadap bendera sendiri. Karena secara phsikologis, euforia sepak bola europe telah mereduksi nilai kebangsaan berindonesia, kebanggaan berbangsa indonesia, dan kedaulatan tanah indonesia. Bangsawan Pramoedya Anantatoer pernah berkata, "Adilah dimulai dari cara berpikirmu, Jangan mau dijajah; jiwa dan pikiran kita".
Rasanya tulisan ini akan ditentang keras oleh para penikmat fanatik sepak bola, namun bisa juga tulisan ini adalah sebuah tantangan hebat; mampukah kita menjadi penikmat sepak bola "Piala Eropa" dengan cara dan nilai ke-indonesia-an? tanpa harus melukai amanat perjuangan bangsa terhadap berdiri tegaknya Bendera Indonesia diseluruh nusantara dan melekat eratnya moral bernegara Indonesia dalam diri setiap anak bangsa. Karena generasi penerus kelak lebih memilih mempercayai apa yang mereka lihat daripada apa yang mereka baca.